Home / Opini / Tajuk / Menertibkan Tambang, Menjaga Aceh

Menertibkan Tambang, Menjaga Aceh

koranaceh.id Langkah Pemerintah Aceh menertibkan tambang ilegal layak mendapat dukungan penuh. Rapat teknis yang dipimpin Sekretaris Daerah Aceh, M. Nasir, pada Rabu (22/10/2025), menjadi sinyal bahwa pemerintah mulai menaruh perhatian serius terhadap persoalan tambang liar yang telah lama menjadi luka di tubuh Aceh.

Tambang ilegal bukan sekadar urusan pelanggaran hukum, tetapi juga soal kerusakan lingkungan, rusaknya tata ruang, dan hilangnya potensi penerimaan daerah. Dari lereng Gayo hingga pesisir Aceh Barat, aktivitas tambang tanpa izin telah meninggalkan jejak: sungai yang tercemar, hutan yang gundul, dan masyarakat kecil yang hidup dalam ketidakpastian.

Kita menyambut baik pendekatan humanis yang ditekankan Sekda Aceh dalam pelaksanaan penertiban. Cara-cara represif seringkali hanya memindahkan masalah tanpa menyelesaikan akar persoalan. Namun, humanis tidak boleh diartikan lunak. Ketegasan hukum tetap harus menjadi panglima, sebab pembiaran terhadap pelanggaran hanya akan memperdalam ketidakadilan.

Pemerintah Aceh perlu memastikan bahwa operasi penertiban berjalan efektif dan transparan. Roadmap yang disusun mesti menjawab pertanyaan mendasar: bagaimana nasib penambang kecil setelah tambang mereka ditutup? Bagaimana pengawasan terhadap aparat agar operasi tak berubah menjadi ajang kompromi di lapangan?

Dalam konteks ini, pembentukan koperasi tambang rakyat dan penetapan wilayah pertambangan rakyat (WPR) merupakan langkah maju. Jika dijalankan dengan benar, kebijakan itu dapat mengubah penambang tradisional menjadi pelaku ekonomi yang sah, tertib, dan berkelanjutan.

Namun, tanpa pengawasan ketat dan tata kelola yang bersih, kebijakan bagus pun mudah berubah menjadi formalitas. Kita tidak ingin “penertiban” hanya menjadi proyek seremonial, sementara kerusakan terus berlangsung dengan wajah baru.

Aceh memiliki kekayaan alam yang luar biasa, tapi kekayaan itu seharusnya menjadi sumber kesejahteraan, bukan malapetaka. Karena itu, semua pihak — pemerintah, aparat, dan masyarakat — mesti berdiri di sisi hukum dan kelestarian.

Menertibkan tambang berarti menegakkan martabat Aceh. Dan menjaga Aceh, sejatinya, adalah tanggung jawab kita bersama. []

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *