KoranAceh.id | Tajuk — Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kembali angkat bicara soal kondisi global yang semakin tegang. Dalam orasi ilmiah di puncak Dies Natalies Ke-65 Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), SBY memberi peringatan keras:
“This one has to stop. Kalau tidak dihentikan, sangat mungkin terjadi peperangan yang lebih besar. World War III sangat mungkin terjadi,” ujarnya tegas.
Namun di tengah kekhawatiran itu, SBY menegaskan dirinya masih percaya bahwa Perang Dunia III bisa dicegah.
“Can be prevented, can be avoided. If there is a will, there is a way. Tergantung para pemimpin dunia sekarang ini,” tambahnya.
Ucapan ini bukan sekadar peringatan moral, melainkan refleksi mendalam dari seorang mantan jenderal dan diplomat yang pernah mengelola politik luar negeri Indonesia selama satu dekade.
Pernyataan SBY hadir di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik global — terutama antara Amerika Serikat, Tiongkok, dan Rusia — serta dinamika baru di kawasan Indo-Pasifik yang kian sarat aroma persaingan militer.
🌏 Geopolitik Global: Dunia di Persimpangan Api
Pernyataan SBY seolah menjadi gema dari realitas yang sedang berlangsung. Perang Rusia–Ukraina belum usai, konflik Gaza kembali membara, dan di kawasan Asia Timur, ketegangan Laut Cina Selatan terus meningkat.
Dalam konteks Asia, satu perkembangan penting adalah pendalaman hubungan militer Amerika Serikat (AS) dan Vietnam. Kunjungan Kepala Pentagon Pete Hegseth ke Hanoi menjadi simbol babak baru arsitektur pertahanan Indo-Pasifik.
Langkah ini memperlihatkan bagaimana AS memperkuat sekutu lamanya di Asia Tenggara untuk menandingi pengaruh Tiongkok, terutama di Laut Cina Selatan — kawasan strategis yang juga berbatasan langsung dengan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
⚖️ Indonesia di Persimpangan Diplomasi
Bagi Indonesia, dinamika ini adalah ujian diplomasi non-blok. Sebagai pemimpin moral di ASEAN, Jakarta selama ini berusaha menjaga keseimbangan antara kekuatan besar tanpa terjebak dalam politik blok.
Namun, kedekatan militer AS–Vietnam dapat mengubah lanskap strategis kawasan.
Jika tidak diimbangi dengan diplomasi yang inklusif, ASEAN bisa terbelah secara geopolitik — sebagian mendekat ke AS, sebagian lainnya tetap di orbit Tiongkok.
Indonesia perlu memainkan peran lebih aktif dalam menjaga netralitas kawasan. Melalui ASEAN Defence Ministers’ Meeting (ADMM) dan ADMM Plus, Jakarta bisa menginisiasi kode etik keamanan maritim yang melibatkan semua pihak, termasuk AS, Vietnam, dan Tiongkok.
⚙️ Dampak terhadap Industri Pertahanan dan Stabilitas Kawasan
Kedekatan AS–Vietnam juga membawa dampak langsung pada industri pertahanan regional. AS mulai memperluas ekspor alutsista dan teknologi ke Vietnam, termasuk kapal patroli dan pesawat latih. Kondisi ini bisa menjadi tantangan sekaligus peluang bagi Indonesia.
Indonesia harus mempercepat modernisasi TNI AL, serta memperkuat kapasitas industri pertahanan dalam negeri agar tidak tertinggal secara teknologi maupun kapasitas produksi. Jika tidak, Indonesia berisiko kehilangan posisi strategisnya di Asia Tenggara.
🕯️ Refleksi SBY: Kepemimpinan Dunia di Ujung Krisis
Peringatan SBY bahwa “Perang Dunia III bisa terjadi” bukanlah retorika kosong. Ia menyoroti bahwa nasionalisme ekstrem, tindakan sepihak, dan kemunduran kerja sama multilateral kini menjadi ciri khas politik global.
“Dengan nasionalisme yang ekstrem, dengan tindakan sepihak terutama negara-negara besar yang memiliki veto power, terjadi kemunduran kerja sama global,” kata SBY.
Inilah tanda-tanda zaman yang harus diwaspadai: dunia kembali bergeser dari diplomasi ke konfrontasi. Dan jika pemimpin dunia gagal mengelola ego nasionalnya, perdamaian yang rapuh bisa runtuh kapan saja.
🧭 KoranAceh.id Mencatat: Dunia Butuh Pemimpin, Bukan Penguasa
Peringatan SBY adalah alarm moral bagi dunia — dan bagi Indonesia. Perang tidak pernah dimulai dari dentuman bom, tetapi dari diamnya nurani para pemimpin.
Kita boleh realistis melihat ancaman global, tapi kita juga harus optimistis bahwa diplomasi, akal sehat, dan kemanusiaan masih bisa menjadi benteng terakhir.
SBY benar: “If there is a will, there is a way.” Tinggal pertanyaannya — Apakah para pemimpin dunia masih punya kemauan itu?🕊️ Redaksi KoranAceh.id — Menyuarakan Nalar, Menjaga Nurani Bangsa.

















