
Pemerintah tetapkan Aceh sebagai salah satu dari tiga titik berat pertahanan nasional. Pemerintah juga bakal membangun 150 batalyon Infanteri Teritorial Pembangunan setiap tahunnya.
KoranAceh.id | Banda Aceh – Pemerintah menetapkan Aceh sebagai satu dari tiga wilayah center of gravity atau titik berat pertahanan nasional, bersama Jakarta dan Papua. Sebagai implikasi dari status strategis ini, Tentara Nasional Indonesia (TNI) berencana menambah pengerahan prajurit dan memperbanyak satuan batalyon di Tanah Rencong.
Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin, menyatakan penguatan keamanan di ketiga wilayah tersebut merupakan instruksi langsung Presiden. Langkah ini diambil untuk menjamin stabilitas keamanan di tengah potensi ancaman yang dapat mengganggu aktivitas ekonomi dan pembangunan.
“Dalam rangka mendukung stabilitas nasional agar pembangunan dapat berjalan aman dan lancar, kita telah menerima petunjuk-petunjuk dari Bapak Presiden,” ujar Sjafrie di Kompleks DPR RI, Jakarta, Senin (24/11/2025).
Secara spesifik, Aceh dinilai memiliki posisi vital sebagai gerbang barat Indonesia. Status ini membuat Aceh mendapat perhatian khusus dalam doktrin pertahanan negara saat ini, sejajar dengan Jakarta yang diamankan secara menyeluruh dan Papua yang menggunakan pendekatan kombinasi (smart approach).
Rapat Kerja Tertutup
Sebelumnya, Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menggelar rapat kerja (Raker) tertutup bersama Menhan dan Panglima TNI. Selain itu, Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad) Letjen TNI Muhammad Saleh Mustafa; Wakil Kepala Staf Angkatan Laut (Wakasal), Laksdya TNI Erwin S Aldedharma; serta Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU), Marsekal TNI M Tonny Harjono, turut hadir dalam rapat.
Pantauan KoranAceh.id melalui siaran langsung kanal YouTube resmi DPR RI, Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, yang memimpin jalannya rapat mengatakan raker tersebut berlangsung secara tertutup setelah adanya kepastian terpenuhinya kuorum. “Dengan ini kuorum telah terpenuhi dan atas pertimbangan lapangan dan urgennya pertemuan ini, pertemuan saya nyatakan dibuka dan tertutup untuk umum,” kata Utut kemudian mengetuk palu.

Dalam laman resmi Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Sjafrie menyampaikan pembahasan rapat berfokus pada penggunaan, pembinaan dan pembangunan kekuatan TNI secara menyeluruh.
Ia menjelaskan, pembangunan kekuatan TNI, termasuk penguatan TNI AD melalui penambahan batalyon bertujuan meningkatkan keamanan dan kenyamanan masyarakat. Keberadaan industri strategis nasional yang berperan besar terhadap kedaulatan negara, tambahnya, juga membutuhkan sistem pertahanan yang kuat.
Komisi I DPR RI, tutur Sjafrie, memberi respons positif atas rencana tersebut. Ia pun berharap kontrol sosial dari para wakil rakyat di Komisi I tetap berjalan intensif, serta memberikan kritik yang konstruktif. “Dengan begitu, setiap tugas yang diamanahkan kepada kami dapat dilaksanakan dengan baik disertai dengan pengawasan yang efektif,” katanya yang dikutip KoranAceh.id, pada Selasa (25/11/2025).
Satu Kabupaten, Satu Batalyon
Rencana penebalan pasukan ini bukan sekadar wacana jangka pendek, melainkan bagian dari perombakan struktur gelar kekuatan TNI secara nasional. Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengungkapkan adanya ketimpangan antara jumlah wilayah administrasi dengan jumlah satuan tempur yang ada saat ini.
“Jadi memang kami akan membangun beberapa batalyon. Karena kalau kita lihat, kita ada 514 kabupaten dan batalyon yang ada hanya 100 sekian. Kita harapkan satu kabupaten satu batalyon,” kata Agus.
Selain menambah batalyon, Agus mengatakan, TNI juga akan memperluas jangkauan komando kewilayahan. Ia menjelaskan, jumlah Komando Daerah Militer (Kodam) yang sebelumnya berjumlah 15 telah bertambah enam pada tahun ini menjadi 21 Kodam. “Tahun 2026 kami akan tambah lagi jadi 37 kodam,” ujarnya.
Kini, tambahnya, pembangunan batalyon sudah berjalan. Ia pun menyoroti pentingnya pembangunan yang berada di wilayah perbatasan lantaran rawan terjadinya pedagangan manusia hingga keluar masuk distribusi narkoba.
Lebih lanjut, Menhan juga mengutarakan bahwa TNI berencana membangun 150 batalyon Infanteri Teritorial Pembangunan setiap tahunnya. Hingga November 2025, sebanyak 20 Brigif Teritorial Pembangunan (TP) dan 105 Yonif TP telah resmi beroperasi di seluruh Indonesia. “Ini akan terus kita tingkatkan setiap tahunnya pada jumlah 150 batalyon per tahun,” ucap Sjafrie.
Ia pun menampik anggapan penambahan ini didasari keinginan menguasai wilayah secara militer. Penambahan pasukan ini, kata dia, murni untuk menjaga kedaulatan dan mengamankan aset strategis nasional. “Ini tentunya tidak dimaksudkan untuk kebutuhan ambisi teritorial, tetapi semata-mata untuk menjaga keutuhan wilayah dan pengamanan serta menyelamatkan kepentingan nasional,” tegas Sjafrie.
Realisasi di Lapangan
Di Aceh, kebijakan penambahan struktur militer ini sudah mulai berjalan sejak pertengahan tahun 2025. Dalam catatan KoranAceh.id, lima Batalyon Infanteri Teritorial Pembangunan (Yonif TP) dan satu Brigade Infanteri Teritorial Pembangunan (Brigif TP) telah resmi beroperasi sejak Juli lalu di bawah komando Kodam Iskandar Muda.
Satuan-satuan baru tersebut tersebar di lima kabupaten, yakni Yonif TP 853/Bawar Reje Bur di Aceh Timur), Brigif TP 90/Yudha Giri Dhanu dan Yonif TP 854/Dharma Kersaka di Aceh Tengah, Yonif TP 855/Raksaka Dharma di Gayo Lues, Yonif TP 856/Satria Bumi Sakti di Nagan Raya dan Yonif TP 857/Gana Gajahsora di Pidie. Pemerintah menyebut pembentukan ini untuk mendukung percepatan pembangunan infrastruktur dan ketahanan pangan.
Meski begitu, kehadiran lima satuan baru ini tidak sepi dari sorotan publik di Aceh. Sejumlah tokoh dan aktivis sempat melontarkan kritik lantaran khawatir penambahan pasukan bakal melanggar perjanjian damai dalam MoU Helsinki.

Salah satunya seperti yang disuarakan Azharul Husna, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh. Ia mengatakan pembangunan batalyon tersebut bertentangan dengan MoU Helsinki.
“MoU Helsinki secara eksplisit telah membatasi jumlah personel militer dan kepolisian organik di Aceh,” ujar Husna dalam keterangan tertulisnya, pada 7 Mei 2025 lalu.
Senada, Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Tgk Muharuddin, juga mengutarakan ketidaksetujuannya. Ia pun memperingatkan dampak psikologisnya terhadap masyarakat Aceh.
“Jangan sampai dengan penambahan batalyon ini membuat masyarakat Aceh kembali ketakutan dan trauma atas kejadian di masa lalu,” kata Tgk Muharuddin, pada 4 Mei 2025 lalu. Politikus asal Partai Aceh ini juga membeberkan Aceh sudah memiliki 13 batalyon dibawah Kodam Iskandar Muda yang tersebar di berbagai kabupaten/kota.
Merujuk pada terjemahan resmi MoU Helsinki di halaman 7 dan 8, terdapat tiga butir kesepakatan perdamaian yang membatasi jumlah dan pergerakan personel militer di Aceh. Diantaranya adalah butir 4.7, 4.8 dan 4.11.
Dalam butir 4.7 disebutkan bahwa jumlah tentara organik yang boleh tetap berada di Aceh adalah 14.700 orang. Butir 4.8. disebutkan tidak boleh ada pergerakan besar-besaran setelah penandatanganan perjanjian. Butir 4.11 juga menegaskan bahwa dalam situasi damai, hanya tentara organik yang diperbolehkan berada di wilayah Aceh.
Dengan penambahan 5 batalyon baru, maka total batalyon yang resmi beroperasi di Aceh per November 2025 ini adalah sebanyak 18 batalyon. Mengingat target pembangunan 150 batalyon baru per tahun mulai 2025 ini, struktur militer di tingkat kabupaten di Aceh diproyeksikan bakal semakin padat dalam satu hingga dua tahun ke depan. []

















