
Mualem mengenang Abu Razak dalam malam penghargaan atlet PON XXI. Momen itu juga menegaskan tekad Aceh menguatkan prestasi olahraga.
KoranAceh.id | Banda Aceh – Malam yang seharusnya dipenuhi sorak kemenangan dan tepuk tangan penghargaan, mendadak berubah menjadi momen pilu ketika Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), tak mampu menyembunyikan kesedihan.
Suaranya bergetar, matanya sembab, dan jeda panjang mengisi ruangan saat ia mencoba menyebut satu nama: Kamaruddin Abubakar, atau yang lebih dikenal sebagai Abu Razak.
Momen haru itu pecah pada Malam Penganugerahan Penghargaan Olahraga bagi atlet dan pelatih Aceh peraih medali PON XXI/2024 dan Peparnas XVII/2024, di Anjong Mon Mata, Kompleks Meuligoe Gubernur Aceh, Jumat (14/11/2025). Dalam wajah Mualem, tergambar jelas kehilangan yang masih melekat.
“Maaf… saya selalu emosional setiap menyebut nama beliau,” ujar Mualem dengan suara parau. “Sangat banyak sumbangsih yang telah Abu Razak berikan untuk Aceh.”
Abu Razak, Ketua Umum KONI Aceh periode 2022–2026, wafat saat menjalankan ibadah Umrah di Mekkah pada 19 Maret 2025. Kepergiannya tak hanya menyisakan duka, tetapi juga ruang kosong di jantung pembinaan olahraga Aceh.
Dua Sahabat Sejak Masa Konflik
Bagi Mualem, kehilangan itu bukan kehilangan biasa. Hubungan keduanya melampaui ranah olahraga. Di masa perang, Mualem adalah Panglima Gerakan Aceh Merdeka, sedangkan Abu Razak merupakan Wakil Panglima. Keduanya berdiri bersebelahan melalui tahun-tahun gelap Aceh yang penuh darah, hingga masa damai tiba dan peran berubah—bukan lagi memimpin pasukan, tetapi memimpin pembangunan.
Ketika Aceh memasuki babak baru, duo ini tetap satu langkah. Saat Mualem memimpin KONI Aceh, Abu Razak berada di sisinya sebagai Ketua Harian. Keduanya kemudian membawa Aceh mencatat sejarah baru di panggung olahraga nasional.
Prestasi tertinggi itu lahir pada PON XXI/2024 Aceh–Sumut. Kontingen Aceh mengakhiri pesta olahraga tersebut di peringkat 6 nasional, dengan torehan 65 medali emas, 48 perak, dan 79 perunggu—rekor terbaik sepanjang sejarah.
Tak heran Mualem sulit menahan haru. Komitmen beliau untuk memajukan olahraga Aceh sangat tinggi,” kata Mualem.
“Mari kita beri penghormatan khusus kepada Almarhum Abu Razak. Semoga Allah menempatkan beliau di tempat terbaik.”
Dalam ruangan yang penuh atlet dan pelatih, suasana hening seketika. Semua berdiri, memberi penghormatan. Banyak mata berkaca-kaca.
PON XXI sebagai Tonggak Kebangkitan
Usai mengenang sahabatnya, Mualem kembali menguatkan suara. Ia mengajak seluruh insan olahraga Aceh menjadikan pencapaian PON XXI sebagai fondasi kebangkitan olahraga Aceh menuju ajang berikutnya. “Momen ini harus menjadi tonggak kebangkitan olahraga kita,” tegasnya.
“Teruslah berlatih, terus memacu semangat menjemput prestasi di PON XXII di NTB.” Pemerintah Aceh, kata Mualem, berkomitmen menjaga keberlanjutan pembinaan atlet secara profesional.
“Atas nama pemerintah dan masyarakat Aceh, saya menyampaikan apresiasi atas perjuangan luar biasa saudara-saudara semua,” ujarnya.
Ia menekankan, dalam segala keterbatasan, para atlet dan pelatih tetap berlatih, tetap berjuang. Penghargaan malam itu bukan sekadar simbol, melainkan pengakuan atas pengorbanan mereka.
Syifa: Bonus Ini untuk Umrah Orang Tua
Dalam suasana hangat setelah penyerahan bonus, para atlet mengungkapkan apresiasi mereka kepada Mualem. Salah satu yang mencuri perhatian adalah Syifa Ataia, atlet Shorinji Kempo peraih medali emas. Dara asal Sigli yang kini menempuh pendidikan di FKIP Olahraga Unsyiah itu tampak begitu bersyukur.
“Terima kasih Pak Mualem atas bonusnya,” ucap Syifa. “Sebagian akan saya gunakan untuk memberangkatkan Umrah ayah dan ibu.”
Di tengah hiruk-pikuk panggung dan kilau medali, Syifa memperlihatkan bahwa prestasi juga lahir dari niat yang bersih dan pengabdian kepada keluarga.
Para Tokoh Hadir Memberikan Dukungan
Acara turut dihadiri Sekda Aceh M. Nasir, Ketua KONI Aceh Saiful Bahri, unsur Forkopimda, Ketua TP PKK Aceh Marlina Muzakir, Ketua DWP Aceh Malahayati, para ketua pengprov cabor, BAPOMI, KORMI, BAPOPSI, NPCI Aceh, para pelatih, atlet, hingga sejumlah tokoh olahraga Aceh.
Malam itu bukan sekadar seremoni. Ia menjadi ruang pertemuan antara duka, kebanggaan, dan komitmen bersama untuk membawa Aceh melangkah lebih jauh.
Dan di tengah itu semua, nama Abu Razak kembali hidup—dikenang sebagai pejuang, sahabat, pemimpin, dan pilar penting kebangkitan olahraga Aceh. []

















