KoranAceh.id | Budaya Islam – Di tepi aliran Krueng Aceh yang tenang, berdiri sebuah bangunan megah yang memantulkan sinar keemasan ketika matahari sore menyapa Kota Banda Aceh. Bangunan itu adalah Museum Harun Keuchik Leumiek (HKL), sebuah karya monumental yang bukan hanya menjadi rumah bagi benda-benda bersejarah, tetapi juga simbol cinta terhadap seni, budaya, dan keislaman.
Terletak di Gampong Lamseupeung, Kecamatan Lueng Bata, gedung museum ini menampilkan arsitektur yang memadukan kekokohan modern dengan keanggunan motif Islam. Kubahnya yang anggun, dinding bercorak kaligrafi, dan taman di tepi sungai menjadikan museum ini tampak seperti pertemuan antara masa lalu yang luhur dan masa depan yang berbudaya.
Persembahan untuk Budaya dan Sejarah Aceh
Museum Harun Keuchik Leumiek lahir dari semangat untuk melestarikan warisan seni dan sejarah Islam di Aceh. Di balik kemegahan gedung ini, terdapat niat tulus pendirinya, Tgk. H. Muhammad Kamaruzzaman, atau yang akrab disapa Tgk. H. Memed, yang membangun museum ini dengan anggaran pribadi.
“Kami sangat mengharapkan dukungan penuh dari semua pihak agar Museum HKL dapat berkembang secara berkelanjutan. Insya Allah, museum ini diperkirakan akan mulai operasional pada 2026,” ujar Tgk. H. Memed.
Ia menegaskan bahwa museum ini bukan sekadar tempat penyimpanan benda kuno, melainkan pusat pengembangan budaya masa lalu dalam konteks kekinian. Setiap artefak yang dikoleksi, setiap lukisan dan manuskrip yang dipajang, merupakan pengingat tentang betapa kayanya peradaban Islam di bumi Serambi Mekkah.
Seni Islam yang Hidup di Setiap Sudut
Begitu melangkah ke dalamnya, pengunjung akan merasakan suasana yang sakral sekaligus menenangkan. Setiap ruang menuturkan kisah: dari koleksi pribadi almarhum Haji Harun Keuchik Leumiek—sang tokoh yang dikenal sebagai pejuang seni dan budaya Aceh—hingga karya seniman-seniman lokal yang diangkat ke panggung nasional.
Koleksi museum ini sangat lengkap: manuskrip kuno beraksara Arab Melayu, ukiran kayu masjid lama, naskah doa, kaligrafi, serta benda-benda peninggalan sejarah Islam yang menandai perjalanan panjang kebudayaan Aceh. Semua tersusun rapi, menggambarkan bahwa museum ini bukan hanya ruang simpanan, tapi ruang kehidupan bagi ilmu dan seni Islam.
Lokasi yang Penuh Makna
Letaknya yang strategis menambah nilai filosofis Museum HKL. Ia berdiri di kompleks Masjid Keuchik Leumiek, di pinggir Sungai Krueng Aceh—salah satu situs bersejarah penting di Aceh. Dari masa Kesultanan Aceh Darussalam hingga kini, sungai itu menjadi saksi perjalanan peradaban dan perdagangan, dan kini, ia juga menjadi saksi lahirnya pusat kebudayaan baru.
“Hamparan taman museum di tepi sungai ini nantinya akan menjadi tempat pameran dan berbagai event budaya nasional,” ujar Tgk. H. Memed. “Pemanfaatan Daerah Aliran Sungai (DAS) ini kami rancang untuk mendukung kemajuan budaya dan pariwisata Aceh.”
Dengan panorama air yang mengalir lembut di sampingnya, suasana museum terasa hidup—menyatukan alam, sejarah, dan spiritualitas dalam satu kesatuan harmoni.
Kolaborasi untuk Masa Depan
Pemerintah pusat, khususnya Kementerian Kebudayaan RI, menyatakan kesiapan untuk berkolaborasi dalam registrasi koleksi dan pengembangan teknologi museum di masa mendatang. Dukungan ini menjadi tanda bahwa Museum Harun Keuchik Leumiek bukan hanya kebanggaan Aceh, tetapi juga aset nasional.
Museum ini diharapkan menjadi jembatan antara masa lalu dan masa depan, antara generasi tua yang menyimpan memori sejarah dan generasi muda yang mencari jati diri budaya.
Cahaya dari Serambi Mekkah
Ketika malam tiba dan lampu-lampu museum menyala, bangunan ini tampak seperti lentera di tepi sungai—sebuah simbol bahwa peradaban tidak pernah padam selama ada yang menjaganya dengan cinta.
Harun Keuchik Leumiek telah wafat, namun semangatnya hidup melalui museum ini. Melalui tangan Tgk. H. Memed dan keluarga, warisan itu kini menjelma menjadi gedung indah yang mengajarkan satu hal penting: bahwa seni, iman, dan pengetahuan adalah tiga pilar yang mengangkat martabat manusia.
Museum Harun Keuchik Leumiek bukan sekadar bangunan; ia adalah doa yang diwujudkan dalam arsitektur, tempat di mana sejarah Aceh bernafas lagi—dengan damai, dengan indah, dan dengan penuh harapan.
Museum Haji Harun Keuchik Leumiek
Museum Haji Harun Keuchik Leumiek, sedang dalam pembangunan peletakan batu pertamanya dilakukan pada November 2024. Museum dua lantai ini akan menampilkan koleksi barang-barang bersejarah, seperti koin kuno, perhiasan emas Aceh, dan artefak lainnya yang dikumpulkan oleh almarhum Haji Harun Keuchik Leumiek.
Detail museum
- Lokasi: Perkarangan Masjid Haji Harun Keuchik Leumiek, Lamseupeung, Banda Aceh.
- Pembangunan: Peletakan batu pertama dilaksanakan pada 18 November 2024, dengan dihadiri oleh tokoh agama seperti Ustaz Abdul Somad.
- Fasilitas: Selain ruang pameran, museum ini akan dilengkapi dengan ruang pertemuan, VIP, sekretariat, dan tempat istirahat untuk tamu.
- Koleksi:
- Koin kuno era Kerajaan Aceh.
- Perhiasan emas kuno (95% adalah perhiasan Aceh).
- Kain sutra Aceh.
- Stempel Kerajaan Aceh.
- Al-Qur’an tulisan tangan dari abad ke-13.
- Senjata tajam.

















