Home / Opini / Catatan Redaksi / Mengurai Hambatan, Menjemput Potensi Zakat Aceh Rp3,1 Triliun

Mengurai Hambatan, Menjemput Potensi Zakat Aceh Rp3,1 Triliun

Dari Diskusi Aktual: Baitul Mal, Zakat, dan Media

“Masuknya dana lancar, tapi keluarnya seret,” ujar Ikhsan lugas.

Zakat, Media, dan Tanggung Jawab Sosial

Dalam forum itu pula, Ikhsan menegaskan bahwa zakat bukan sekadar kewajiban sosial, melainkan ibadah yang berdimensi ekonomi dan keadilan. Karena itu, ia mengajak media untuk turut mendakwahkan pentingnya zakat, menyebarkan kesadaran, dan mengawal transparansi pengelolaan dana umat.

Media memiliki posisi strategis — bukan hanya sebagai penyampai informasi, tetapi juga sebagai penggerak kesadaran publik. Di tengah arus digital dan media siber yang semakin dominan, pemberitaan zakat tidak seharusnya berhenti pada angka dan laporan tahunan. Ia harus menginspirasi solidaritas dan memupuk kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pengelola zakat.

Menjemput Potensi yang Terlambat

Dengan potensi zakat Rp3,1 triliun per tahun, Aceh sesungguhnya memiliki sumber daya ekonomi umat yang luar biasa. Namun, jika 88 persen potensi itu terus menguap karena kendala regulasi dan lemahnya manajemen, maka keistimewaan Aceh hanya tinggal jargon.

Sudah saatnya Pemerintah Aceh dan DPRA menegaskan posisi hukum Baitul Mal Aceh sesuai amanat UUPA, bukan tunduk pada regulasi umum daerah. Zakat harus kembali menjadi instrumen strategis pembangunan umat, bukan sekadar pos keuangan yang terjebak birokrasi.

Baitul Mal bukan sekadar lembaga pemungut zakat. Ia adalah cermin keadilan sosial dan moralitas ekonomi umat. Maka, menguatkan Baitul Mal berarti memperkuat sendi keislaman dan kesejahteraan Aceh. Dan di sinilah peran media menjadi penting—mengawal, menginspirasi, dan memastikan potensi zakat Aceh tak lagi terkunci di lembaran regulasi.[]

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *