Ketua MPU Aceh: Jangan Sampai Bank Syariah Kembali Murtad
Koranaceh.id | Syariat Islam – Banda Aceh Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Tgk. H. Faisal Ali atau yang akrab disapa Lem Faisal, menyebut bahwa Bank Aceh Syariah dan Bank Syariah Indonesia (BSI) masih dalam tahap “mualaf” — baru masuk Islam secara sistem keuangan. Pernyataan itu disampaikan dalam forum Muzakarah Ulama-Umara Aceh beberapa waktu lalu yang turut disiarkan secara luas melalui berbagai platform media sosial, termasuk YouTube.
“Bank yang 100 persen dibentuk secara syar’i adalah Bank Muamalat. Kalau BSI dan Bank Aceh itu, mereka dari bank konvensional berubah menjadi bank syariah. Artinya, mereka bisa disebut mualaf, baru masuk Islam,” ujar Pimpinan Dayah Mahyal ‘Ulum Al Aziziyah itu disambut tawa para peserta.
Menurut Lem Faisal, perubahan sistem perbankan di Aceh dari konvensional ke syariah merupakan langkah penting, namun masih jauh dari sempurna. Ia menyoroti bahwa sebagian besar karyawan di dua bank tersebut masih berasal dari latar belakang perbankan konvensional dan belum memahami secara mendalam prinsip ekonomi Islam.
“Karyawan BSI dan Bank Aceh Syariah, mereka dari bank konvensional. Mereka tidak memahami ekonomi Islam. Kadang kata ‘ijarah’ saja mereka kira kain lap cuci piring,” ujarnya berseloroh dalam forum yang juga dihadiri ulama kharismatik Aceh dan sejumlah pejabat pemerintah.
Namun di balik sindiran bernada ringan itu, Lem Faisal mengingatkan hal serius: pentingnya menjaga agar perbankan syariah di Aceh tidak kembali ke sistem lama. “Kita hanya berharap pada generasi selanjutnya yang menjadi karyawan bank-bank itu. Kalau karyawan sekarang, kita jaga saja agar bank syariah itu tidak kembali murtad,” tegasnya.
Ia menambahkan, masyarakat Aceh saat ini tengah menjalani proses transisi menuju sistem keuangan yang lebih sesuai dengan prinsip Islam. Dalam pandangan fiqh, katanya, pilihan terhadap sistem syariah meskipun belum ideal tetap lebih baik dibandingkan kembali ke sistem konvensional.
“Saat ini masyarakat Aceh mengikuti kaidah usul fiqh — mengambil yang paling sedikit mudharat-nya. Lebih baik seperti ini daripada murtad kembali. Yang penting bank-bank di Aceh jangan lagi kembali menjadi kafir. Kapan berakhir mualaf-nya? Ketika karyawan sudah memiliki ilmu agama,” tandas Ketua MPU sekaligus Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Aceh itu.
Pernyataan Lem Faisal ini sontak menuai beragam tanggapan publik. Sebagian menganggapnya sebagai kritik konstruktif terhadap transformasi sistem perbankan di Aceh, sementara sebagian lain menilai pernyataannya sebagai refleksi jujur atas tantangan penerapan prinsip syariah dalam praktik ekonomi modern.
Namun satu hal jelas, transformasi perbankan syariah di Aceh bukan hanya soal label dan aturan, tetapi juga soal pemahaman, niat, dan integritas sumber daya manusianya. Sebab, sebagaimana ditegaskan Lem Faisal, “bank syariah sejati tidak cukup berganti nama — tapi harus berganti jiwa.”[]
















