Home / Khas & Feature / Ali Basrah: Anggota Dewan yang Lues dan Responsif

Ali Basrah: Anggota Dewan yang Lues dan Responsif

Pertemuan itu berlangsung akrab. Tak ada jarak antara sang legislator dan tamunya. Ketua SMSI Aceh, Aldin NL, memimpin percakapan ringan namun sarat makna, menyentuh berbagai isu aktual: dari tragedi kematian mahasiswa Simeulue, Arjuna Tamaraya, di Masjid Agung Sibolga, hingga soal realisasi anggaran 2025 dan rencana penyusunan APBA 2026.

Di tengah perbincangan itu, Ali Basrah menjelaskan dengan gamblang tentang proses Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2026. “Kami sudah menyurati Pemerintah Aceh sejak September,” ujarnya lugas. Nada suaranya mencerminkan karakter khasnya—tegas namun tetap tenang. Ia juga menyinggung soal realisasi program rumah dhuafa yang disebut hampir mencapai target fisik meski keuangan tampak tertinggal. “Sistem kontraknya dua kali pembayaran,” jelasnya, menekankan pentingnya pemahaman konteks teknis dalam menilai kinerja dinas.

Diskusi itu meluas ke banyak hal. Tentang birokrasi, pelayanan publik, dan hubungan eksekutif-legislatif yang sehat. Suasana cair itu diakhiri dengan makan siang bersama. Bukan hanya agenda formal, tapi ruang dialog yang memperlihatkan sisi lain dari seorang politisi: terbuka, komunikatif, dan responsif terhadap isu-isu publik.

Karier Politik dan Kepemimpinan

Ali Basrah bukan wajah baru dalam politik Aceh. Sosok yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua DPRA dari Partai Golkar ini sudah lama dikenal karena gaya kepemimpinannya yang lues dan menenangkan.

Pada Sidang Paripurna DPRA, 4 Oktober 2024, ia resmi ditetapkan sebagai salah satu pimpinan dewan. Sebuah pencapaian yang pantas disematkan kepada politisi yang telah membuktikan kapasitasnya, baik di birokrasi maupun di parlemen.

Karier politiknya mulai menanjak sejak Pemilu 2019. Saat itu, Ali Basrah mencatat sejarah pribadi: memperoleh 25.314 suara—tertinggi di antara 81 anggota DPRA terpilih. Capaian itu bukan hasil kebetulan, melainkan buah dari kedekatannya dengan masyarakat di daerah pemilihannya, Gayo Lues dan Aceh Tenggara. Ia kembali menegaskan pengaruhnya dalam Pemilu 2024, dengan 18.862 suara, tetap tertinggi di Dapil 8.

Di internal partai, kepercayaan yang sama juga mengiringinya. Ia dipercaya sebagai Sekretaris DPD Partai Golkar Aceh dan sebelumnya menjabat Ketua Fraksi Golkar di DPRA. Dalam berbagai forum, Ali Basrah tampil sebagai politisi yang tidak hanya piawai berargumen, tetapi juga menjaga etika komunikasi politik yang sejuk—jarang emosi, namun selalu tegas pada substansi.

Akar Birokrasi yang Kuat

Sebelum menjadi politisi, Ali Basrah telah menapaki karier panjang di dunia birokrasi. Ia memulai dari bawah—sebagai Kasubbag Perlengkapan di Kandepdikbud Aceh Tenggara, lalu Kabid Bina Program Dinas Pendidikan, hingga dipercaya menjadi Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Aceh Tenggara (2004–2012).

Pengalaman panjang ini membentuk karakternya yang sistematis dan memahami betul mekanisme pemerintahan. Ia tidak mudah menyalahkan, melainkan mencari solusi berdasarkan regulasi dan data.

Pada 2012, kariernya berlanjut di level eksekutif. Ia terpilih sebagai Wakil Bupati Aceh Tenggara mendampingi Hasanuddin Beruh. Selama lima tahun kepemimpinan mereka (2012–2017), pasangan ini dianggap sukses membawa kemajuan nyata bagi daerah.

Data Badan Pusat Statistik menunjukkan peningkatan signifikan pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM), penurunan angka kemiskinan dan pengangguran, serta pertumbuhan ekonomi yang stabil. Dalam tata kelola pemerintahan, Aceh Tenggara untuk pertama kalinya meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK pada 2015—prestasi yang kembali diulang pada 2017.

Bahkan, dalam bidang infrastruktur, Bappenas RI menobatkan Aceh Tenggara sebagai daerah dengan kinerja pembangunan infrastruktur terbaik kedua di wilayah Sumatera pada 2017.

Rekam jejak itu membuat publik sempat berharap ia maju sebagai calon Bupati Aceh Tenggara pada Pilkada 2024. Walau tidak mengambil langkah itu, pengaruh dan kehadirannya tetap kuat di tengah masyarakat.

Politisi yang Dekat dengan Rakyat

Meski kini tinggal di Banda Aceh, Ali Basrah tidak pernah jauh dari konstituennya. Ia kerap turun langsung ke lapangan, meninjau banjir bandang, memantau kondisi sekolah, dan berdialog dengan petani serta tokoh gampong. Sikapnya yang rendah hati membuat masyarakat di Gayo Lues dan Aceh Tenggara tak segan menyampaikan aspirasi langsung.

“Ali Basrah bukan hanya datang saat kampanye,” ujar seorang warga dalam sebuah pertemuan di Blangkejeren, beberapa waktu lalu. “Ia datang ketika banjir, ketika jalan rusak, ketika kami butuh pendampingan.”

Itulah mungkin alasan mengapa ia tetap menjadi figur yang dipercaya. Dalam politik yang sering dipenuhi retorika, Ali Basrah memilih jalan komunikasi dan empati.

Lues dalam Sikap, Tegas dalam Prinsip

Dalam setiap ruang pertemuan, baik di meja rapat resmi maupun di warung kopi rakyat, Ali Basrah hadir sebagai sosok yang mendengar lebih banyak daripada berbicara. Namun ketika ia berbicara, kalimatnya padat, berbasis data, dan menyentuh akar masalah.

Ia lues dalam bersikap—mampu menempatkan diri di antara berbagai kepentingan. Tapi juga tegas dalam prinsip, terutama ketika menyangkut kepentingan publik dan transparansi anggaran.

Dalam lanskap politik Aceh yang dinamis, figur seperti Ali Basrah menjadi penting: penghubung antara rakyat dan kebijakan, antara aspirasi dan realisasi.

Dan pada siang hari yang teduh di ruang kerjanya itu, percakapan hangat bersama SMSI Aceh hanyalah satu dari sekian banyak momen kecil yang memperlihatkan siapa sebenarnya Ali Basrah — seorang politisi yang lues, responsif, dan tetap berpijak di bumi rakyatnya.[]

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *