KoranAceh.id | Banda Aceh — Pemerintah Provinsi Aceh menegaskan keberatan atas pernyataan Andi Amran Sulaiman selaku Menteri Pertanian RI yang menyebut 250 ton beras impor di Sabang sebagai tindakan “ilegal”. Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem), melalui Juru Bicara Pemerintah Aceh Muhammad MTA, mengatakan bahwa komentar Mentan tersebut terlalu reaktif dan berpotensi menyudutkan Aceh sebagai daerah yang memiliki kekhususan kewenangan.
Menurut MTA, Gubernur Aceh telah mempelajari laporan mengenai impor beras tersebut dan menegaskan bahwa tidak ada regulasi yang dilanggar oleh Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) maupun pihak terkait.
“Pernyataan ilegal yang disampaikan Mentan tidak mendasar dan mereduksi kewenangan Aceh, khususnya BPKS, yang telah diberikan kewenangan khusus melalui peraturan perundang-undangan,” kata MTA.
Pemerintah Aceh menjelaskan bahwa kebijakan impor tersebut dilakukan untuk menjawab keluhan harga beras di Sabang yang jauh lebih mahal jika didatangkan dari daratan Aceh. Dalam situasi ekonomi yang belum pulih sepenuhnya, kebijakan ini dinilai sebagai solusi transisi yang berpihak pada masyarakat.
Status Sabang sebagai zona bebas dagang memberi ruang tertentu dalam tata kelola perdagangan, termasuk impor bahan kebutuhan pokok. Pemerintah Aceh menilai bahwa narasi “ilegal” yang diwarnai framing nasionalisme oleh Mentan, dapat memunculkan kesan diskriminatif terhadap Aceh — sebuah daerah yang pernah mengalami konflik dan kini dipimpin oleh mantan panglima GAM.
“Kami meminta ke depan apabila ada persoalan kewenangan maupun perbedaan tafsir regulasi tidak disampaikan dengan narasi yang dapat mengganggu stabilitas. Ini sejalan dengan agenda besar Presiden untuk membangun Indonesia yang kuat dan harmonis,” ujar MTA.
Gubernur Aceh juga meminta pemerintah pusat segera melakukan uji laboratorium terhadap beras 250 ton tersebut sesuai mekanisme hukum dan apabila terbukti aman dan sesuai standar, agar segera dilepas ke masyarakat Sabang. Sebelumnya, BPKS menegaskan bahwa impor beras dari Thailand dilakukan sesuai aturan kawasan bebas dan bukan tindakan ilegal. Sementara Mentan menyebut bahwa 250 ton tersebut masuk tanpa izin impor nasional.
Pemerintah Aceh berharap kasus ini diselesaikan secara proporsional, berbasis regulasi, dan tanpa menyudutkan Aceh.[]

















