Oleh: Edi Syahputra H SPd, Guru di SMA Negeri 13 Banda Aceh, Pemerhati Pendidikan
Tahun 2025 menandai peringatan Hari Sumpah pemuda ke 97, sebagai momentum reflektif bagi dunia Pendidikan Indonesia. Dalam situasi global yang berubah cepat – dimana teknologi, nilai, dan pengetahuan berkembang tanpa batas – mutu pendidikan menjadi kunci agar bangsa ini tidak tertinggal. Sumpah Pemuda 1928 bukan sekadar tonggak sejarah, melainkan sumber inspirasi untuk membangun kesadaran baru : bahwa persatuan dan kemajuan bangsa hanya dapat diwujudkan melalui pendidikan yang berkualitas, berkarakter, dan merata bagi semua anak negeri.
Sumpah Pemuda dan Amanat Pendidikan
Setiap kali 28 Oktober tiba, kita diingatkan pada suara lantang para pemuda Indonesia di tahun 1928 yang mempersatukan bangsa dalam tiga ikrar: satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa. Ikrar itu sederhana, tetapi memiliki kekuatan yang luar biasa untuk menggerakkan semangat nasionalisme dan kesadaran kebangsaan.
Kini, sembilan puluh tujuh tahun kemudian, tantangan bangsa ini bukan lagi soal perjuangan fisik melawan penjajahan, melainkan perjuangan meningkatkan mutu manusia Indonesia melalui pendidikan. Jika dulu para pemuda berjuang dengan semangat perlawanan, maka generasi kini harus dengan semangat pembelajaran.
Pendidikan yang bermutu menjadi prasyarat agar cita – cita kemerdekaan benar-benar bermakna. Ia bukan sekadar kelulusan dan nilai ujian, tetapi tentang bagaimana pendidikan melahirkan manusia yang merdeka berpikir, mandiri bertindak, dan berakhlak mulia.
Potret Pendidikan Kita.
Meski telah banyak kemajuan, mutu pendidikan di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan. Hadir studi PISA (Programme for International Student Assessment) dan berbagai survei nasional menunjukkan bahwa kemampuan literasi dan numerasi siswa Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara lain.
Di sisi lain, kesenjangan mutu pendidikan antar wilayah masih nyata. Sekolah di kota besar menikmati fasilitas yang memadai, sementara sekolah di daerah terpencil masih berjuang dengan keterbatasan ruang kelas, buku, jaringan internet, hingga tenaga pendidik yang terbatas.
Pendidikan kita juga kerap terjebak dalam rutinitas administratif. Fokus pada laporan dan nilai kadang menggeser esensi sejati pendidikan sebagai proses memanusiakan manusia. Padahal, yang dibutuhkan anak – anak Indonesia adalah pembelajaran yang menumbuhkan rasa ingin tahu, keberanian berpikir, dan kemampuan memecahkan masalah.
Guru: Penentu Arah Mutu Pendidikan.
Di tengah berbagai tantangan itu, guru tetap menjadi poros utama perubahan. Tak ada reformasi pendidikan tanpa guru yang berdaya dan dihargai. Guru bukan hanya pengajar, tetapi juga pembimbing, teladan, dan penggerak nilai – nilai kemanusiaan di sekolah.
Namun, dalam praktiknya, guru masih sering dibebani hal- hal teknis dan administratif yang menyita energi. Padahal yang mereka butuhkan adalah dukungan pelatihan berkelanjutan, akses teknologi, serta penghargaan yang memadai agar dapat terus berinovasi dalam mengajar.
Sebagaimana pesan Ki Hadjar Dewantara , ” Pendidikan itu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya , baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat.” Maka, tugas kita bersama adalah menciptakan ruang agar para guru mampu menuntun anak-anak sesuai kodrat zamannya – zaman digital, zaman kolaborasi, dan zaman perubahan cepat.
Pemuda dan Pendidikan Era Baru.
Generasi pemuda hari ini adalah pewaris sekaligus pembentuk masa depan. Mereka tumbuh di dunia yang serba digital, di mana informasi melimpah, tetapi kedalam berpikir kian langka. Di sinilah peran pendidikan sangat penting: menumbuhkan kritis, empati, dan karakter.
Pemuda bukan hanya penerima manfaat pendidikan, tetapi juga pelaku perubahan. Mereka dapat menjadi inisiator gerakan literasi, relawan pengajar di daerah, atau pembangun platform pembelajaran daring yang menjangkau pelosok. Semangat Sumpah Pemuda abad ke – 21 seharusnya tidak hanya berbicara tentang kesatuan bahasa dan bangsa, tetapi juga kesatuan visi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Mutu Pendidikan, Cermin Mutu Bangsa.
Sejarah menunjukkan bahwa negara yang maju bukan karena melimpahnya sumber daya alam, melainkan karena kualitas sumber daya manusianya. Jepang, Korea Selatan, dan Finlandia menjadi contoh bahwa investasi besar pada pendidikan dapat melahirkan generasi yang disiplin , beretika dan berinovasi tinggi.
Indonesia memiliki potensi serupa. Dengan jumlah pemuda yang besar, semangat gotong royong yang masih kuat, dan kekayaan budaya yang beragam, Indonesia bisa menjadi bangsa maju jika mutu pendidikan benar-benar menjadi prioritas nasional – bukan sekadar wacana politik.
Pendidikan bermutu akan melahirkan manusia yang berpikir terbuka, berjiwa toleran, dan berorientasi pada kemajuan. Dan itu adalah modal utama untuk membangun masyarakat demokratis yang beradab dan sejahtera.
Refleksi Sumpah Pemuda Ke- 97.
Sumpah Pemuda 1928 adalah manifestasi dari keberanian berpikir besar. Maka, peringatan ke- 97 ini seharusnya menjadi momentum untuk berpikir besar pula dalam bidang pendidikan.
Kita perlu membangun sistem Pendidikan yang adil, inovatif, dan berakar pada nilai-nilai kebangsaan. Kita perlu mendengarkan suara guru, memberdayakan sekolah, serta menumbuhkan rasa cinta belajar di hati setiap anak Indonesia.
Karena pada akhirnya, mutu pendidikan adalah cermin mutu bangsa. Dan bangsa yang bermutu adalah bangsa yang tak pernah lelah belajar, bekerja, dan bersatu demi masa depan yang lebih baik – sebagaimana semangat para pemuda 97 tahun lalu yang menyatukan langkah menuju Indonesia yang maju dan bermartabat.[]














