Mendikdasmen Abdul Mu’ti Luncurkan Dua Strategi untuk Turunkan Angka Putus Sekolah

Mendikdasmen Abdul Muti mengenakan busana Melayu Kalimantan Barat ketika menjadi pembina upacara di Kantor Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikdasmen RI di Jakarta Senin 28102024 Foto Biro Kerja Sama dan Humas Dikdasmen
Mendikdasmen Abdul Mu’ti mengenakan busana Melayu Kalimantan Barat ketika menjadi pembina upacara di Kantor Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) RI di Jakarta, Senin (28/10/2024). (Foto: Biro Kerja Sama dan Humas Dikdasmen).

Mendikdasmen Abdul Mu’ti luncurkan strategi baru untuk tekan angka putus sekolah demi tercipta akses pendidikan yang lebih luas.

Jakarta – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Prof. Abdul Mu’ti, mengumumkan dua strategi baru yang dirancang untuk menekan angka anak putus sekolah. Ia mencatat bahwa angka putus sekolah dalam beberapa tahun belakangan mengalami peningkatan yang mengkhawatirkan.

Mu’ti menjelaskan bahwa dua strategi tersebut mencakup penghidupan kembali pendidikan non-formal dan pembangunan rumah belajar yang akan melibatkan kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah. Pernyataan ini disampaikannya usai peresmian Pameran Bulan Bahasa di Kantor Kemendikdasmen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Senin, 28 Oktober 2024.

“Karena angka putus sekolah itu kan faktornya berbagai macam ya, sehingga kita buka berbagai opsi bagaimana antara semua anak Indonesia, apapun keadaannya, mereka tetap bisa belajar sebagai bagian dari bekal dan modal untuk menjadi generasi yang hebat di masa depan,” kata Mu’ti.

Ia menekankan bahwa penghidupan kembali pendidikan nonformal sangat penting untuk memperluas akses pendidikan bagi anak-anak Indonesia dari berbagai lapisan masyarakat. Terkait pembangunan rumah belajar, Mu’ti menyebutkan bahwa hal ini bisa melibatkan pemanfaatan gedung sekolah yang sudah ada dengan membuka kelas pembelajaran di sore atau malam hari.

Mu’ti juga mengamati bahwa banyak anak tidak dapat bersekolah karena harus bekerja di pagi hari atau tidak memiliki pendamping yang bisa mengantar mereka. “Banyak anak kita yang tidak bisa sekolah karena bekerja, bisa juga mereka tidak bisa sekolah karena jaraknya jauh dari sekolah yang ada dan tidak ada yang mengantar kalau pagi hari. Makanya, kami berusaha untuk menyediakan sarana belajar yang lebih mendekatkan dan memudahkan anak-anak Indonesia,” ujarnya.

Dalam pengamatannya, Mu’ti menyimpulkan bahwa ada berbagai faktor lain yang menyebabkan anak putus sekolah, seperti faktor ekonomi, kondisi tempat tinggal, dan keterbatasan fisik. Oleh karena itu, ia berkomitmen untuk berupaya maksimal menyediakan beragam opsi agar akses pendidikan menjadi lebih terbuka dan terjangkau bagi anak-anak Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *